Status Hilang hingga Peluang jadi PNS Terbitnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK juga pernah mendapat kritik dari sejumlah pihak. Ada 8 poin yang jadi sorotan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 (PP Nomor 49 Tahun 2018) tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K atau PPPK) pada awal Desember 2018 lalu.
Dengan adanya PP Nomor 49 Tahun 2018 ini, masyarakat memiliki kesempatan menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan status P3K atau PPPK meskipun bukan melalui proses rekrutmen calon pegawai negeri sipil atau CPNS.
P3K atau PPPK ini dapat mengisi jabatan fungsional (JF) dan jabatan pimpinan tinggi (JPT) yang ada, sesuai kompetensi masing-masing.
Sesuai PP Nomor 49 Tahun 2018, batas usia minimal pelamar P3K atau PPPK adalah 20 tahun dan maksimal satu tahun sebelum batas usia pensiun untuk jabatan tertentu.
Dibagi 3 Fase
Dilansir oleh kompas.com, Deputi SDM Aparatur Kementerian PAN RB Setiawan Wangsaatmaja beberapa waktu lalu mengungkapkan, rekrutmen P3K atau PPPK dibagi menjadi dua fase.
Rekrutmen P3K juga akan dilakukan melalui seleksi yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu seleksi administrasi dan seleksi kompetensi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan, teknis penyusunan kebutuhan P3K atau PPPK akan sama dengan teknis penyusunan kebutuhan CPNS.
Nantinya, instansi mengusulkan kebutuhan formasi ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan RB).
Selanjutnya, BKN akan memberikan pertimbangan teknis terkait kebutuhan formasi tersebut.
"Kebutuhan formasi tersebut juga disesuaikan dengan ketersediaan alokasi belanja pegawai daerah yang tidak lebih dari 50 persen," ujar Bima.
Kritik terhadap PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK
Terbitnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK juga pernah mendapat kritik dari sejumlah pihak.
Berikut sejumlah kekhawatiran seputar terbitnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK
1. Status K-II bakal hilang
Kritik PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK salah satunya datang dari pengurus Forum Honorer Kategori-II (K-II) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
pengurus Forum Honorer K-II DIY, Eko Mujiyanta pernah menolak PPPK untuk solusi penyelesaian honorer K-II Indonesia.
Dia menyebutkan, jika masuk P3K atau PPPK berarti harus siap konsekuensinya.
Yakni, status K-II nya hilang.
2. P3K atau PPPK tak bisa jadi PNS
Pengurus Forum Honorer K-II DIY, Eko Mujiyanta juga menyoroti seputar masa kontrak dan peluang P3K atau PPPK menjadi PNS.
"Selain itu, masa kontrak hanya 2 tahun dan dalam UU ASN tidak ada klausul dari P3k atau PPPK bisa menjadi PNS," kata Eko.
Merasa Puisi Doa yang Ditukar Terus Digoreng, Fadli Zon Minta Maaf pada Mbah Moen & Keluarga
Akademisi hingga Aktivis buat Petisi Tolak Kembalinya Dwifungsi ABRI, Ini yang Dikhawatirkan
3. Karir Stagnan
Dengan menjadi P3K atau PPPK, karir tidak bisa berkembang, tidak bisa naik jabatan, tidak bisa naik golongan, dan lainnya.
4. Tak dapat tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua
Forum Honorer K-II DIY juga menyoroti seputar tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua P3K atau PPPK.
P3K atau PPPK tidak mendapatkan tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua.
5. Bisa sewaktu-waktu dihentikan
Forum Honorer K-II DIY menyebut bahwa seorang P3K atau PPPK juga sewaktu-waktu akan diberhentikan sesuka hati oleh pembuat kebijakan yang menandatangani P3K atau PPPK dengan pemutusan hubungan perjanjian kerja.
6. Sebut ada celah KKN
Salah poin penting yang disoroti Forum Honorer K-II DIY adalah adanya peluang melakukan kecurangan dalam rekrutmen P3K atau PPPK.
Adanya aturan ini disebut membuka peluang celah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab seperti KKN, Duit Dekat Dulur (D3).
"Karena ajuan formasi dan kebijaksanaan dikembalikan ke daerah masing-masing dimungkinkan ada permainan atau banyak tititpan. Ujungnya beli SK cpns atau kursi," jelas Pengurus Forum Honorer K-II DIY, Eko Mujiyanta, yang juga Ketua Forum Honorer K2 Sleman.
7. Melukai guru honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun
Salah satunya kritik atas terbitnya Kritik PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK juga datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Dilansir oleh kompas.com, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menilai, PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K atau PPPK sebagai solusi masalah tenaga honorer itu justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi puluhan tahun.
Sebab, kata dia, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K atau PPK.
Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K atau PPPK.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi P3K atau PPPK dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.
"Artinya, semuanya mulai dari fresh graduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ," kata Rosyidi kepada wartawan, usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
"Karena kekurangan guru, kok seolah-olah mereka (guru honorer) tidak diperhitungkan," tambah Unifah.
8. Tak Bisa Ikut Tes CPNS?
Pertanyaan seputar PPPK atau P3K ini juga ditanyakan di akun twitter resmi BKN @BKNgoid.
Salah satunya, warganet mempertanyakan seseorang dinyatakan lolos seleksi P3K atau PPPK masih bisa ikut tes CPNS atau tidak.
Terkait pertanyaan ini, warganet juga menyebut bahwa belum ada jawaban yang cukup memuaskan.
"Tanya min, saya dengar nanti akan dibuka juga P3K untuk umum?
Kalau misalnya nanti kita lulus P3K, kemudian di tengah berjalannya kontrak ada retrutmen CPNS. Bolehkah kita ikut tes CPNS? Bagaimana statusnya kalau kita lulus CPNS juga?
Maaf min banyak tanya dan banyak berkhyal," kata akun @die_ediey
Bakal Merugi jika Menolak
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin mengaku heran kepada tenaga honorer yang mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Itu (PP 49/2019) kan untuk keuntungan tenaga honorer, ngapain nolak?" ujar Syafruddin saat dijumpai di Istana Presiden Jakarta, Senin (10/12/2018), seperti dilansir oleh kompas.com.
Syafruddin menambahkan, Presiden Joko Widodo sudah baik memikirkan solusi bagi tenaga honorer yang sebenarnya sudah ada pada pemerintahan sebelumnya.
Oleh sebab itu, semestinya kebijakan itu diapresiasi. "Kami itu akan memberikan afirmasi yang terbaik bagi tenaga honorer, khususnya guru," ujar Syafruddin.
Meski demikian, mantan Wakil Kepala Polri tersebut tetap menghargai pendapat mereka yang mengkritik dan menolak PP P3K. "Tapi (apabila tenaga honorer masih menolak), silakan saja, enggak apa-apa.
Justru rugi dia. Kalau enggak ada P3K, justru rugi dia, mau lewat mana lagi mereka?" lanjut dia.
Saat ditanya apakah ia akan menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang menolak PP P3K, Syafruddin mengaku, tidak akan melakukannya.
"Sudahlah, biar saja mereka menolak. Sudah dikasih bagus oleh Presiden," ujar dia.
0 comments:
Post a Comment